Rabu, 25 Juli 2012

politik sebagai panggilan kristiani


politik sebagai panggilan kristiani

Buku ini berangkat dari suatu pandangan yang salah yakni bahwa pemisahan agama dari negara berarti juga keterpisahan iman dari proses-proses politik. Buku ini ingin menunjukkan bahwa baik iman Kristiani maupun demokrasi kedua-duanya mengundang semua umat Kristiani untuk lebih efektif menghayati iman mereka dalam dunia politik. Dengan itu dapat dikatakan bahwa iman Kristiani itu pada hakekatnya bersifat politis karena ia bersama-sama dengan demokrasi memberikan komitmen penuh pada politik.
Pemahaman akan adanya relasi antara iman Kristiani dan politik yang nyata dalam demokrasi akan membawa kita pada konteks yang lebih luas yakni untuk di satu pihak menggali secara terperinci apa hakekat dan karasteristik dari demokrasi yang berkembang saat ini dan di pihak lain memformulasikan kembali pemaknaan iman Kristiani yang diwarisi dari jemaat perdana. Dari situ kita akan menemukan adanya relasi ketidakterpisahan antara iman dan demokrasi.
Panggilan umum semua umat Kristiani adalah untuk membangun komunitas yang dilandasi oleh semangat kasih dan keadilan. Karena umat Kristiani juga adalah warga negara maka panggilan itu mestinya dihayati dan diwujudkan dalam kehidupan bernegara yakni dalam dunia politik. Penghayatan panggilan secara demikian serta merta  mengandung pengertian bahwa umat Kristiani memiliki tanggung jawab untuk turut mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik praktis serta konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan itu sehingga dapat tercipta masyarakat adil dan makmur.
Lebih jauh, keterlibatan dan tanggung jawab Kristiani dalam duia politik tidak serta merta mengandung pengertian bahwa umat Kristiani dipanggil untuk berpolitik praktis atau untuk mendirikan partai-partai politik. Keterlibatan ini lebih dipahami dalam artian bahwa konsep keadilan dan kepentingan umum yang dihayati dalam iman Kristiani turut mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik, dan dengan itu turut menentukan konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan itu.
Keterlibatan umat kristiani dalam politik tidak tampa  kontraversi. Keterlibatan dalam politi sering diangggap sebagai suatu penyimpangan tradisi dari tradisi krekristenan yang diwarisi dari jemaat perdana. Dikatakan bahwa dalam tradisi jemat perdana, kesakasian iman selalu dipisahkan dari aktivitas-aktivitas politik. Dengan demikian setiap keterlibatan dalam dunia politik selalu dianggap sebagai pendekatan yang bertentangan dengan tradisi.
Lebih jauh lagi, komitmen iman Kristiani pada demokrasi yang dipahami sebagai perwujudan moral Kristiani atau suatu bnetuk kesaksian Kristiani ternya ta berangkat dari suara mayoritas dalam tradisi yang menyangkal bawa kebenaran iman Kristiani dapat sepenuhnya diperoleh tanpa daya tarik dari penjelmaan Allah dalam diri Yesus. Kenyataan ini mengandung pengertian bahwa di dalam demokrasi pun masih ada peluang bagi umat Kristiani untuk menyatakan klaim-klaim kebenarannya. Pada hal demokrasi hanya bisa menjadi politis melalu diskusi dan perdebatan yang bebas dan penuh. Dengan itu klaim-klaim yang isa mengarahkan kebijakan dan aktivitas negara adalah klaim-klaim yang dapat dibuktikan dalam diskursus.
Ide-ide tentang keadilan dan kesejateraan umum yang ingin ditanamkan oleh umat Kristiani dalam dunia politik, yang cenderung berbeda dengan yang dihayati oleh masyarakat public, sering dipahami sebagai penolakan keyakinan Kristiani terhadap isu-isu politik tertentu. Penghayatan yang berbeda itu nampak dalam pandangan dan tanggapan agama terhadap issu-issu politik tertentu yakni aborsi, aksi-aksi afirmatif dan distribusi ekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar