politik sebagai panggilan kristiani
Buku ini
berangkat dari suatu pandangan yang salah yakni bahwa pemisahan agama dari
negara berarti juga keterpisahan iman dari proses-proses politik. Buku ini
ingin menunjukkan bahwa baik iman Kristiani maupun demokrasi kedua-duanya mengundang
semua umat Kristiani untuk lebih efektif menghayati iman mereka dalam dunia
politik. Dengan itu dapat dikatakan bahwa iman Kristiani itu pada hakekatnya
bersifat politis karena ia bersama-sama dengan demokrasi memberikan komitmen
penuh pada politik.
Pemahaman akan
adanya relasi antara iman Kristiani dan politik yang nyata dalam demokrasi akan
membawa kita pada konteks yang lebih luas yakni untuk di satu pihak menggali
secara terperinci apa hakekat dan karasteristik dari demokrasi yang berkembang
saat ini dan di pihak lain memformulasikan kembali pemaknaan iman Kristiani
yang diwarisi dari jemaat perdana. Dari situ kita akan menemukan adanya relasi
ketidakterpisahan antara iman dan demokrasi.
Panggilan umum
semua umat Kristiani adalah untuk membangun komunitas yang dilandasi oleh
semangat kasih dan keadilan. Karena umat Kristiani juga adalah warga negara
maka panggilan itu mestinya dihayati dan diwujudkan dalam kehidupan bernegara
yakni dalam dunia politik. Penghayatan panggilan secara demikian serta
merta mengandung pengertian bahwa umat
Kristiani memiliki tanggung jawab untuk turut mempengaruhi kebijakan-kebijakan
politik praktis serta konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan itu sehingga dapat
tercipta masyarakat adil dan makmur.
Lebih jauh,
keterlibatan dan tanggung jawab Kristiani dalam duia politik tidak serta merta
mengandung pengertian bahwa umat Kristiani dipanggil untuk berpolitik praktis
atau untuk mendirikan partai-partai politik. Keterlibatan ini lebih dipahami
dalam artian bahwa konsep keadilan dan kepentingan umum yang dihayati dalam
iman Kristiani turut mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik, dan dengan itu
turut menentukan konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan itu.
Keterlibatan
umat kristiani dalam politik tidak tampa kontraversi. Keterlibatan dalam politi sering
diangggap sebagai suatu penyimpangan tradisi dari tradisi krekristenan yang
diwarisi dari jemaat perdana. Dikatakan bahwa dalam tradisi jemat perdana,
kesakasian iman selalu dipisahkan dari aktivitas-aktivitas politik. Dengan
demikian setiap keterlibatan dalam dunia politik selalu dianggap sebagai
pendekatan yang bertentangan dengan tradisi.
Lebih jauh
lagi, komitmen iman Kristiani pada demokrasi yang dipahami sebagai perwujudan
moral Kristiani atau suatu bnetuk kesaksian Kristiani ternya ta berangkat dari
suara mayoritas dalam tradisi yang menyangkal bawa kebenaran iman Kristiani
dapat sepenuhnya diperoleh tanpa daya tarik dari penjelmaan Allah dalam diri
Yesus. Kenyataan ini mengandung pengertian bahwa di dalam demokrasi pun masih
ada peluang bagi umat Kristiani untuk menyatakan klaim-klaim kebenarannya. Pada
hal demokrasi hanya bisa menjadi politis melalu diskusi dan perdebatan yang
bebas dan penuh. Dengan itu klaim-klaim yang isa mengarahkan kebijakan dan
aktivitas negara adalah klaim-klaim yang dapat dibuktikan dalam diskursus.
Ide-ide
tentang keadilan dan kesejateraan umum yang ingin ditanamkan oleh umat
Kristiani dalam dunia politik, yang cenderung berbeda dengan yang dihayati oleh
masyarakat public, sering dipahami sebagai penolakan keyakinan Kristiani
terhadap isu-isu politik tertentu. Penghayatan yang berbeda itu nampak dalam pandangan
dan tanggapan agama terhadap issu-issu politik tertentu yakni aborsi, aksi-aksi
afirmatif dan distribusi ekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar