STF Driyarkara
Konflik Antara Kelompok Etnis dan Agama di Indonesia
Indonesia di kenal dunia sebagai
salah satu negara yang sering sekali terjadi konflik antar etnis dan agama.
Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, Indonesia telah diganggu oleh konflik
etnis dan agama. Dan apabila di lihat bertahun-tahun sebelumnya akan tampak
begitu banyak rentetan peristiwa kekerasan yang menyangkut kekerasan dalam
agama, kelompok, dan juga etnis.
Secara khusus, konflik agama
mengancam keseimbangan masyarakat yang sensitif bagi seluruh Indonesia. sangat
penting bagi kita berusaha untuk memahami latar belakang konflik-konflik ini. Setiap
konflik tentu saja memiliki latar belakang sejarah, sosial, ekonomi, budaya dan
politik yang berbeda. Hal ini merupakan akibat dari faktor struktural dan
kegagalan para politisi dan lainnya dalam mengambil tindakan. Seringkali latar
belakang provokasi yang terencana oleh pihak-pihak dengan kepentingan
tersembunyi dalam mengarahkan kekacauan.
Masyarakat Indonesia ini tampaknya
sedang sakit. Setiap kesalahpahaman kecil di tempat keramaian, misalnya pasar
atau tempat hiburan dapat dengan mudah menjadi pertumpahan darah, sering kali
melibatkan komunitas masing-masing. Masyarakat kita sedang dalam
pegangan/cengkaraman budaya kekerasan di mana konflik yang biasa terjadi
sehari-hari tidak lagi dikelola dengan cara yang konstruktif, tetapi sebaliknya
segera menjadi kekerasan dan bisa melibatkan seluruh komunitas. Hal ini sering
terjadi tanpa diketahui bahwa ada pihak yang dapat dengan mudah mengambil
keuntungan dari situasi ini.
Fenomena yang terjadi bahwa meskipun
mempunyai latar belakang dan kondisi lokal yang khusus dan berbeda,
konflik-konflik ini cenderung semakin alam semakin lebih sederhana, yaitu
menjadi konfrontasi antara Kristen dan Islam. Dan konfrontasi seperti ini dapat
menyebar ke seluruh pelosok negeri dengan berpotensi menjadi rencana besar.
Ada empat faktor yang setidaknya
dapat emyebabkan budaya kekerasan di Indonesia bisa berkembang. Pertama,
modernisasi dan globalisasi telah jauh memasuki masyarakat kita, sebagaimana
yang haruis dilakukan oelh banyak negara-negara bekas jajahan lainnya. Adalah
fakta global bahwa apa yang kita sebut dengan kehadiran ‘konflik primordial’,
yaitu konflik yang tidak disebabkan oleh ideologi, tetapi oleh agama, daerah
atau suku, atau faktor budaya. Kecenderungan primordialitas berkembang dan
mengarah kepad sikap eksklusif dan pandangan agresif terhadap mereka yang
berasal dari komunitas luar. Modernisasi dihadapi sebagai sebuah situasi
ketidakamanan dan ketidakadilan.
Kedua, adalah akumulasi kebencian dalam
masyarakat. Kecenderungan eksklusif sedang meningkat, baik dalam komunitas
agama maupun dalam komunitas suku. Orang-orang yang berasal dari agama-agama
lain dianggap “tidak bertuhan” dan anak-anak disuruh untuk menghindari kontak
dengan orang-orang “kafir”. Ada banyak cerita “yang menakutkan” sekitar
kelompok agama saingan. Fenomena negatif ini perlu diperjelas: Mengapa emosi
atau perasaan negatif ini menjadi begitu kuat?
Ketiga, masyarakat kita secara umum lebih
banyak dalam genggaman budaya kekerasan. Kecepatan untuk melakukan tindakan
kekerasan dengan brutal menunjukkan ada sesuatu yang salah. Indonesia memang
betul-betul bangsa yang plural. Negara ini terdiri atas ratusan suku, kelompok
etnis dan budaya lokal. Penduduknya mempunyai beberapa agama dan tinggal
tersebar di ribuan pulau dengan mobilitas yang tinggi. Bangsa yang plural
seperti ini hanya bisa hidup bersama secara damai jika mereka membuang
kapabilitas psikologis munculnya sikap tidak toleran, misalnya menerima
pluralitas tradisi, cara hidup dan berkomunikasi, pandangan hidup dan kebiasaan agama tanpa
mengalami stres berlebihan.
Akan tetapi, struktur atau susunan
persatuan nasional kita selama ini kelihatannya terpecah. Sepertinya persatuan
nasional kita telah mengalami stagnasi dalam kapabilitasnya untuk membangun
solidaritas di atas tingkat ikatan
primordial, sejenis penyempitan pusat perhatian terhadap kelompok seseorang
dengan cara yang eksklusif, di mana kapabilitas untuk merasakan sebagai “kita
orang Indonesia” dimakan oleh sebuah perspektif “kita” melawan “mereka”, dimana
“mereka” dapat berarti pemerintah, militer, Cina, orang-orang dari agama atau
suku lain, atau bahkan kampung-kampung tetangga.
Tanggapan
Sebagai manusia dan juga sebagai
seorang warga negara, saya selalu memimpikan dunia yang damai tanpa ada
peperangan dan permusuhan di antara manusia. Tidak ada rasa saling curiga dan
membenci satu sama lain. Sebagai negara yan plural, rasa toleransi, menghargai
perbedaa, dan rasa cinta terhadap Tuhan dan juga terhadap ciptanNya, sepatutnya
dimiliki oleh setiap manusia. Menghormati perbedaan, baik itu etnis ataupun
agama. Tidak ada lagi provokasi untuk saling membenci atau menjelek-jelekkan.
Peran para tokoh-tokoh agama dan masyarakat, untuk tidak lagi menyalahgunakan
status mereka, sebagai orang-orang yang bisa didengar oleh masyarakat mereka
harus bisa menyampaikan pesan-pesan perdamaian, bukan sebaliknya.
Pendidikan moral dan kemanusiaan
sudah harus sejak pendidikan dasar diberikan. Pembelajaran untuk tidak
memandang rendah agama, ataupun etnis manapun. Anak-anak harus diperkenalkan
secara eksklusif tentang fakta bahwa masyarakat modern, termasuk juga mereka
sendiri, adalah plural dan bagaimana berhadapan dengan pluralisme budaya dan
agama dengan positif.
Dunia yang damai tanpa ada kekerasan
dan peperangan, saya rasa juga menjadi dambaan dan impian semua orang. Namun
sayangnya, rasa itu kadang dikalahkan oleh rasa cinta diri, dan keegoisan
pribadi-pribadi tertentu, yang demi memenuhi keinginannya, menularkannya kepada
orang lain, menghancurkan sesamanya, dan mengambil keuntungan dari pertumpahan
darah yang terjadi.
Sebagai warga negara yang mencintai
negerinya dan juga sebagai umat beragama yang taat pada ajaran agamanya, kita
harus tetap berpegang pada dasar negara kita. Pancasila. Bhineka tunggal ika.
bahwa perbedaan dan begitu banyak keanekaragaman di negeri ini adalah sebuah
anugerah dari Tuhan. Bahwa seharusnya kita bisa menjadi salah satu tempat di dunia
ini yang mampu memperlihatkan bahwa perbedaan itu indah. Bahwa kita semua
adalah berasal dari satu Pencipta. Bahwa kita semua adalah satu saudara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar