Rabu, 25 Juli 2012

multikultural etnis


Nama: Christian Budi Setiawan
STF Driyarkara


Konflik Antara Kelompok Etnis dan Agama di Indonesia

Indonesia di kenal dunia sebagai salah satu negara yang sering sekali terjadi konflik antar etnis dan agama. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, Indonesia telah diganggu oleh konflik etnis dan agama. Dan apabila di lihat bertahun-tahun sebelumnya akan tampak begitu banyak rentetan peristiwa kekerasan yang menyangkut kekerasan dalam agama, kelompok, dan juga etnis.
Secara khusus, konflik agama mengancam keseimbangan masyarakat yang sensitif bagi seluruh Indonesia. sangat penting bagi kita berusaha untuk memahami latar belakang konflik-konflik ini. Setiap konflik tentu saja memiliki latar belakang sejarah, sosial, ekonomi, budaya dan politik yang berbeda. Hal ini merupakan akibat dari faktor struktural dan kegagalan para politisi dan lainnya dalam mengambil tindakan. Seringkali latar belakang provokasi yang terencana oleh pihak-pihak dengan kepentingan tersembunyi dalam mengarahkan kekacauan.
Masyarakat Indonesia ini tampaknya sedang sakit. Setiap kesalahpahaman kecil di tempat keramaian, misalnya pasar atau tempat hiburan dapat dengan mudah menjadi pertumpahan darah, sering kali melibatkan komunitas masing-masing. Masyarakat kita sedang dalam pegangan/cengkaraman budaya kekerasan di mana konflik yang biasa terjadi sehari-hari tidak lagi dikelola dengan cara yang konstruktif, tetapi sebaliknya segera menjadi kekerasan dan bisa melibatkan seluruh komunitas. Hal ini sering terjadi tanpa diketahui bahwa ada pihak yang dapat dengan mudah mengambil keuntungan dari situasi ini.
Fenomena yang terjadi bahwa meskipun mempunyai latar belakang dan kondisi lokal yang khusus dan berbeda, konflik-konflik ini cenderung semakin alam semakin lebih sederhana, yaitu menjadi konfrontasi antara Kristen dan Islam. Dan konfrontasi seperti ini dapat menyebar ke seluruh pelosok negeri dengan berpotensi menjadi rencana besar.
Ada empat faktor yang setidaknya dapat emyebabkan budaya kekerasan di Indonesia bisa berkembang. Pertama, modernisasi dan globalisasi telah jauh memasuki masyarakat kita, sebagaimana yang haruis dilakukan oelh banyak negara-negara bekas jajahan lainnya. Adalah fakta global bahwa apa yang kita sebut dengan kehadiran ‘konflik primordial’, yaitu konflik yang tidak disebabkan oleh ideologi, tetapi oleh agama, daerah atau suku, atau faktor budaya. Kecenderungan primordialitas berkembang dan mengarah kepad sikap eksklusif dan pandangan agresif terhadap mereka yang berasal dari komunitas luar. Modernisasi dihadapi sebagai sebuah situasi ketidakamanan dan ketidakadilan.
Kedua, adalah akumulasi kebencian dalam masyarakat. Kecenderungan eksklusif sedang meningkat, baik dalam komunitas agama maupun dalam komunitas suku. Orang-orang yang berasal dari agama-agama lain dianggap “tidak bertuhan” dan anak-anak disuruh untuk menghindari kontak dengan orang-orang “kafir”. Ada banyak cerita “yang menakutkan” sekitar kelompok agama saingan. Fenomena negatif ini perlu diperjelas: Mengapa emosi atau perasaan negatif ini menjadi begitu kuat?
Ketiga, masyarakat kita secara umum lebih banyak dalam genggaman budaya kekerasan. Kecepatan untuk melakukan tindakan kekerasan dengan brutal menunjukkan ada sesuatu yang salah. Indonesia memang betul-betul bangsa yang plural. Negara ini terdiri atas ratusan suku, kelompok etnis dan budaya lokal. Penduduknya mempunyai beberapa agama dan tinggal tersebar di ribuan pulau dengan mobilitas yang tinggi. Bangsa yang plural seperti ini hanya bisa hidup bersama secara damai jika mereka membuang kapabilitas psikologis munculnya sikap tidak toleran, misalnya menerima pluralitas tradisi, cara hidup dan berkomunikasi,  pandangan hidup dan kebiasaan agama tanpa mengalami stres berlebihan.
Akan tetapi, struktur atau susunan persatuan nasional kita selama ini kelihatannya terpecah. Sepertinya persatuan nasional kita telah mengalami stagnasi dalam kapabilitasnya untuk membangun solidaritas  di atas tingkat ikatan primordial, sejenis penyempitan pusat perhatian terhadap kelompok seseorang dengan cara yang eksklusif, di mana kapabilitas untuk merasakan sebagai “kita orang Indonesia” dimakan oleh sebuah perspektif “kita” melawan “mereka”, dimana “mereka” dapat berarti pemerintah, militer, Cina, orang-orang dari agama atau suku lain, atau bahkan kampung-kampung tetangga.


Tanggapan
Sebagai manusia dan juga sebagai seorang warga negara, saya selalu memimpikan dunia yang damai tanpa ada peperangan dan permusuhan di antara manusia. Tidak ada rasa saling curiga dan membenci satu sama lain. Sebagai negara yan plural, rasa toleransi, menghargai perbedaa, dan rasa cinta terhadap Tuhan dan juga terhadap ciptanNya, sepatutnya dimiliki oleh setiap manusia. Menghormati perbedaan, baik itu etnis ataupun agama. Tidak ada lagi provokasi untuk saling membenci atau menjelek-jelekkan. Peran para tokoh-tokoh agama dan masyarakat, untuk tidak lagi menyalahgunakan status mereka, sebagai orang-orang yang bisa didengar oleh masyarakat mereka harus bisa menyampaikan pesan-pesan perdamaian, bukan sebaliknya.
Pendidikan moral dan kemanusiaan sudah harus sejak pendidikan dasar diberikan. Pembelajaran untuk tidak memandang rendah agama, ataupun etnis manapun. Anak-anak harus diperkenalkan secara eksklusif tentang fakta bahwa masyarakat modern, termasuk juga mereka sendiri, adalah plural dan bagaimana berhadapan dengan pluralisme budaya dan agama dengan positif.
Dunia yang damai tanpa ada kekerasan dan peperangan, saya rasa juga menjadi dambaan dan impian semua orang. Namun sayangnya, rasa itu kadang dikalahkan oleh rasa cinta diri, dan keegoisan pribadi-pribadi tertentu, yang demi memenuhi keinginannya, menularkannya kepada orang lain, menghancurkan sesamanya, dan mengambil keuntungan dari pertumpahan darah yang terjadi.
Sebagai warga negara yang mencintai negerinya dan juga sebagai umat beragama yang taat pada ajaran agamanya, kita harus tetap berpegang pada dasar negara kita. Pancasila. Bhineka tunggal ika. bahwa perbedaan dan begitu banyak keanekaragaman di negeri ini adalah sebuah anugerah dari Tuhan. Bahwa seharusnya kita bisa menjadi salah satu tempat di dunia ini yang mampu memperlihatkan bahwa perbedaan itu indah. Bahwa kita semua adalah berasal dari satu Pencipta. Bahwa kita semua adalah satu saudara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar