Sabtu, 23 Maret 2013

Pengaruh Media Terhadap Anak-anak di Zaman Sekarang



Sebuah Tantangan Bagi Gereja
Pengaruh Media Terhadap Anak-anak di Zaman Sekarang
Fr. Christian Budi Setiawan CICM
Anak-anak dan media saat ini sangat sulit untuk dipisahkan karena peran media yang sangat penting untuk perkembangan pendidikan bagi anak-anak. Tapi yang menjadi persoalannya yaitu apakah peran media dapat membantu pendidikan anak-anak atau membuat suatu perubahan bagi tindakan dan pikiran mereka? Pada Tema Hari Komunikasi Sedunia yang Ke-41, “Anak-anak dan Media: Sebuah Tantangan untuk Pendidikan” memberikan sebuah pemahaman baru terhadap kita semua untuk tetap melakukan pengawasan bagi anak-anak dalam menggunakan media komunikasi entah itu handphone, komputer, laptop yang bisa digunakan sebagai media browsing, media social networking dan media sarana komunikasi.
Daya upaya untuk pembinaan anak-anak harus diperketat dengan bimbingan dan ajaran mendasar yang orangtua berikan kepada anak-anak mengenai kegunaan dari media. Media yang sering kali kita lihat kurang nyata untuk kehidupan sehari-hari menjadi tidak kalah pentingnya dengan pekerjaan yang kita lakukan. Perlu dilakukannya pembinaan media kepada anak-anak yang efektof karena beraneka ragam masalah media yang menjadi sebuah tantangan dalam menghadapi pendidikan dewasa ini. Media pada saat ini sangat berkembang dengan pesat dan mempengaruhi segala aspek dari gejala globalisasi termasuk cepatnya perkembangan teknologi. Media membentuk lingkungan budaya dengan sangat mendalam (bdk Paus Johanes Paulus II, Surat Apostolik Rapid Development, 3) yang menjadi tantangan. Tantangan yang sering dihadapi oleh orangtua, sekolah, maupun Gereja yaitu anak-anak yang lebih fokus bermain bersama media social networking-nya ketimbangan memperhatikan pendidikannya maupun kehidupan rohaninya. Ada pula tantangan dari para komunikator yaitu persaingan dan ketidakperhatian mereka terhadap kondisi di sekolah, Gereja dan keluarga. Media yang seharusnya tidak dapat menjadi suatu realitas yang nyata bagi banyak orang pada akhirnya menjadi sesuatu yang sangat penting.
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam membina hubungan antara anak-anak, media dan pendidikan. Bagaimana anak-anak melihat media dan memberikan tanggapan yang baik terhadap media? Sering kali pembinaan anak-anak terhadap media dapat disalahgunakan dan tidak ada pertanggungjawaban dari sebuah media sebagai sebuah industri dan kepada kebutuhaan untuk mengambil bagian secara aktif dan kritis dari pihak pembaca, pemirsa dan pendengar. Cara melindungi anak-anak dari media yang terus berkembang yaitu dengan mendidik anak-anak agar mereka dapat memilih dengan baik pemanfaatan media dan semua itu adalah tanggung jawab orangtua, Gereja dan sekolah. Peranan orangtua adalah yang paling penting untuk memastikan anak-anak mereka dapat memanfaatkan media dengan baik dan bijak, yakni dengan melatih hati nurani anak-anak agar dapat mengungkapkan secara sehat dan objektif penilaian mereka yang nantinya akan menuntun mereka untuk memilih atau menolak acara-acara yang tersedia (lih. Paus Johanes Paulus II, Ekshortasi Apostolik Familiaris Consortio, 76).
Dengan kemajuan dan perkembangan teknologi anak-anak zaman sekarang lebih mengutamakan sarana komunikasinya seperti Handphone, BlackBerry, Tablet, Laptop, dsb, yang dengan seriring waktu hanya berdiam di area itu tanpa melihat keadaan disekitar mereka yang ingin berkomunikasi dengan mereka. Anak-anak terasa sibuk dengan dunianya sendiri. Media sosial terasa menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh. Sekarang penyebaran pemakaian media social networking sudah hampir keseluruh dunia, di dalam keluarga, di sekolah, di masyarakat maupun di Gereja pun anak-anak sudah pandai menggunakan media sarana komunikasi tersebut. Apalagi saat ini anak-anak yang masih dibawah umur sudah memiliki dan menggunakan media sarana komunikasi, ada dengan alasan agar anak-anak mereka jadi tidak terlihat gaptek (gagal teknologi). Mengapa orangtua memberikan kebebasan kepada anak-anak mereka dalam penggunaan media sarana komunikasi?
Dalam mengupayakan pengaruh media terhadap anak-anak, orang tua harus dibantu oleh masyarakat, sekolah dan paroki. Orangtua hendaknya melihat media pedidikan anak-anak yang seharusnya bersifat positif agar anak-anak juga dapat mengekspresikan diri, bijak dan trampil dalam menentukan sikap. Orangtua harus benar-benar mampu membina dan memperkenalkan pendidikan yang sangat afektif terhadap anak-anak, sehingga mereka dapat menuntut pembentukan dalam melaksanakan kebebasan. Anak-anak dalam hal ini tidak hanya untuk mencari kesenangan atau mencari pengalaman-pengalaman baru tapi dapat membuka diri terhadap media dalam segala bentuk kebebasannya. Dalam terang kebenaran, kebebasan yang otentik dialami sebagai jawaban definitif terhadap “ya” Allah kepada manusia, yang memanggil kita untuk memilih, bukan secara sembarangan, tetapi secara tahu dan mau, apa saja yang baik, benar dan indah (lih. Sambutan pada Pertemuan Internasional Keluarga, Valencia, 8 juli 2006).
Orangtua tentunya akan mendidik anak-anak di jalan keindahan, kebenaran dan kebaikan, dan dibantu oleh kebijakan industri media dalam mendukung martabat manusia yang fundamental, makna sejati nilai perkawinan dan hidup keluarga, dan mendukung secara positif pencapaian tujuan hidup manusia. Media juga harus memiliki komitmen dalam mengadakan pembinaan yang efektif dan memberikan perhatian khusus dalam menyediakan sarana untuk diakses oleh anak-anak. Bukan hanya orangtua dan guru yang harus bertanggung jawab tetapi semua orang dalam ruang lingkup kemasyarakatan.
Banyak orang yang terlibat dalam komunikasi sosial berkemauan untuk melakukan apa yang benar (lih. Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial, Ethics in Communications, 4), dan  mereka yang bekerja di bidang ini berhadapan dengan “tekanan psikologis khusus dan dilema-lema etik” (Aetatis Novae, 19), karena adanya persaingan dari banyak pihak dari para komunikator untuk menurunkan standard mutunya. Banyak diantara mereka yang mampu menghasilkan program dan produksi, mulai dari penyediaan web-web yang menarik, film animasi, video game dan masih banyak lagi yang ditujukan bagi anak-anak dan remaja. Dampak buruk yang ditimbulkan dari media yaitu tindakan kekerasan dan memberikan potret tingkah laku yang anti-sosial atau yang merendahkan seksualitas manusia, adalah suatu kebejatan. Hal ini harus ditolak oleh para pengguna media karena program yang ditujukan bagi anak-anak dan remaja tidak sesuai dengan kebutuhan dan media dilihat hanya menayangkan suatu “hiburan” kepada banyak kaum muda yang pada kenyataannya sedang mengalami sendiri penderitaan karena kekerasan, eksploitasi dan pelecehan.
Saat ini hal yang perlu diperhatikan yaitu bagaimana cara mewujudkan tindakan yang positif untuk mendukung anak-anak agar tetap menggunakan media komunikasi secara baik, benar dan bijaksana. Satu hal yang paling mendasar untuk menghadapi segala tantangan antara anak-anak dan media ada dalam teks kitab suci yaitu pertentangan antara Kristus yang “memeluk dan meletakkan tangan atas anak-anak itu dan memberkati mereka” (lih. Mrk 10:16) dan dia “yang menyesatkan anak-anak ini … yang lebih baik digantungi batu pada lehernya …” (lih. Luk 17:2). Ditegaskan bahwa bagi para pemimpin industri media untuk mendidik dan mendorong para produsen untuk menjaga kebaikan bersama, menjunjung tinggi kebenaran, melindungi martabat manusia secara pribadi dan untuk memajukan penghargaan terhadap kebutuhan-kebutuhan keluarga.
Dan yang terakhir yaitu peran Gereja dalam mewartakan karya keselamatan yang dipercayakan kepadanya. Gereja dapat memberikan bantuan kepada orangtua, para pendidik, para komunikator dan juga kaum muda sendiri. Gereja dapat membentuk program-program paroki dan sekolah-sekolah yang mendukung aktivitas anak-anak. Pembinaan iman anak di Gereja perlu di laksanakan, seperti Katekese untuk kaum muda, Devosi-devosi, dan Legio Mariae junior untuk kaum muda dan remaja. Gereja dewasa ini harus menjadi yang terdepan di bidang pendidikan media, terkhusus terhadap pembinaan para kaum muda. Gereja juga harus memberikan visi yang membangun penghargaan terhadap martabat manusia yang menjdai pusat dari komunikasi antar manusia yang mulia. “Sambil melihat dengan mata Kristus, Saya dapat memberikan kepada orang lain, jauh lebih banyak daripada apa yang menjadi kebutuhan lahiriah mereka; Saya dapat menunjukkan kepada mereka cintakasih yang sangat mereka dambakan itu” (Deus Caritas Est, 18).
Catatan : Bahan di ambil dari Dokumen Benedictus XVI yang dikeluarkan di Vatikan, pada tanggal 24 Januari 2007, pada Pesta St Fransiskus dari Sales. Hari Komunikasi Sedunia Ke-41 dengan Tema : Anak-anak dan Media: Sebuah Tantangan untuk Pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar