Sebuah Tantangan Bagi Gereja
Pengaruh Media Terhadap Anak-anak
di Zaman Sekarang
Fr. Christian Budi Setiawan CICM
Anak-anak
dan media saat ini sangat sulit untuk dipisahkan karena peran media yang sangat
penting untuk perkembangan pendidikan bagi anak-anak. Tapi yang menjadi
persoalannya yaitu apakah peran media dapat membantu pendidikan anak-anak atau
membuat suatu perubahan bagi tindakan dan pikiran mereka? Pada Tema Hari
Komunikasi Sedunia yang Ke-41, “Anak-anak dan Media: Sebuah Tantangan untuk
Pendidikan” memberikan sebuah pemahaman baru terhadap kita semua untuk tetap
melakukan pengawasan bagi anak-anak dalam menggunakan media komunikasi entah
itu handphone, komputer, laptop yang bisa digunakan sebagai media browsing, media social
networking dan media sarana
komunikasi.
Daya
upaya untuk pembinaan anak-anak harus diperketat dengan bimbingan dan ajaran
mendasar yang orangtua berikan kepada anak-anak mengenai kegunaan dari media.
Media yang sering kali kita lihat kurang nyata untuk kehidupan sehari-hari
menjadi tidak kalah pentingnya dengan pekerjaan yang kita lakukan. Perlu
dilakukannya pembinaan media kepada anak-anak yang efektof karena beraneka
ragam masalah media yang menjadi sebuah tantangan dalam menghadapi pendidikan
dewasa ini. Media pada saat ini sangat berkembang dengan pesat dan mempengaruhi
segala aspek dari gejala globalisasi termasuk cepatnya perkembangan teknologi.
Media membentuk lingkungan budaya dengan sangat mendalam (bdk Paus Johanes
Paulus II, Surat Apostolik Rapid
Development, 3) yang menjadi tantangan. Tantangan yang sering dihadapi oleh
orangtua, sekolah, maupun Gereja yaitu anak-anak yang lebih fokus bermain
bersama media social networking-nya ketimbangan memperhatikan pendidikannya
maupun kehidupan rohaninya. Ada pula tantangan dari para komunikator yaitu
persaingan dan ketidakperhatian mereka terhadap kondisi di sekolah, Gereja dan
keluarga. Media yang seharusnya tidak dapat menjadi suatu realitas yang nyata
bagi banyak orang pada akhirnya menjadi sesuatu yang sangat penting.
Banyak
hal yang harus diperhatikan dalam membina hubungan antara anak-anak, media dan
pendidikan. Bagaimana anak-anak melihat media dan memberikan tanggapan yang
baik terhadap media? Sering kali pembinaan anak-anak terhadap media dapat
disalahgunakan dan tidak ada pertanggungjawaban dari sebuah media sebagai
sebuah industri dan kepada kebutuhaan untuk mengambil bagian secara aktif dan
kritis dari pihak pembaca, pemirsa dan pendengar. Cara melindungi anak-anak
dari media yang terus berkembang yaitu dengan mendidik anak-anak agar mereka
dapat memilih dengan baik pemanfaatan media dan semua itu adalah tanggung jawab
orangtua, Gereja dan sekolah. Peranan orangtua adalah yang paling penting untuk
memastikan anak-anak mereka dapat memanfaatkan media dengan baik dan bijak,
yakni dengan melatih hati nurani anak-anak agar dapat mengungkapkan secara
sehat dan objektif penilaian mereka yang nantinya akan menuntun mereka untuk
memilih atau menolak acara-acara yang tersedia (lih. Paus Johanes Paulus II,
Ekshortasi Apostolik Familiaris Consortio,
76).
Dengan
kemajuan dan perkembangan teknologi anak-anak zaman sekarang lebih mengutamakan
sarana komunikasinya seperti Handphone,
BlackBerry, Tablet, Laptop, dsb, yang dengan seriring waktu hanya berdiam
di area itu tanpa melihat keadaan disekitar mereka yang ingin berkomunikasi
dengan mereka. Anak-anak terasa sibuk dengan dunianya sendiri. Media sosial
terasa menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh. Sekarang penyebaran
pemakaian media social networking sudah hampir keseluruh dunia,
di dalam keluarga, di sekolah, di masyarakat maupun di Gereja pun anak-anak
sudah pandai menggunakan media sarana komunikasi tersebut. Apalagi saat ini
anak-anak yang masih dibawah umur sudah memiliki dan menggunakan media sarana
komunikasi, ada dengan alasan agar anak-anak mereka jadi tidak terlihat gaptek
(gagal teknologi). Mengapa orangtua memberikan kebebasan kepada anak-anak
mereka dalam penggunaan media sarana komunikasi?
Dalam
mengupayakan pengaruh media terhadap anak-anak, orang tua harus dibantu oleh
masyarakat, sekolah dan paroki. Orangtua hendaknya melihat media pedidikan
anak-anak yang seharusnya bersifat positif agar anak-anak juga dapat
mengekspresikan diri, bijak dan trampil dalam menentukan sikap. Orangtua harus
benar-benar mampu membina dan memperkenalkan pendidikan yang sangat afektif
terhadap anak-anak, sehingga mereka dapat menuntut pembentukan dalam
melaksanakan kebebasan. Anak-anak dalam hal ini tidak hanya untuk mencari
kesenangan atau mencari pengalaman-pengalaman baru tapi dapat membuka diri
terhadap media dalam segala bentuk kebebasannya. Dalam terang kebenaran,
kebebasan yang otentik dialami sebagai jawaban definitif terhadap “ya” Allah
kepada manusia, yang memanggil kita untuk memilih, bukan secara sembarangan,
tetapi secara tahu dan mau, apa saja yang baik, benar dan indah (lih. Sambutan pada Pertemuan Internasional
Keluarga, Valencia, 8 juli 2006).
Orangtua
tentunya akan mendidik anak-anak di jalan keindahan, kebenaran dan kebaikan,
dan dibantu oleh kebijakan industri media dalam mendukung martabat manusia yang
fundamental, makna sejati nilai perkawinan dan hidup keluarga, dan mendukung
secara positif pencapaian tujuan hidup manusia. Media juga harus memiliki
komitmen dalam mengadakan pembinaan yang efektif dan memberikan perhatian
khusus dalam menyediakan sarana untuk diakses oleh anak-anak. Bukan hanya
orangtua dan guru yang harus bertanggung jawab tetapi semua orang dalam ruang
lingkup kemasyarakatan.
Banyak
orang yang terlibat dalam komunikasi sosial berkemauan untuk melakukan apa yang
benar (lih. Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial, Ethics in Communications, 4), dan
mereka yang bekerja di bidang ini berhadapan dengan “tekanan psikologis
khusus dan dilema-lema etik” (Aetatis Novae,
19), karena adanya persaingan dari banyak pihak dari para komunikator untuk
menurunkan standard mutunya. Banyak
diantara mereka yang mampu menghasilkan program dan produksi, mulai dari
penyediaan web-web yang menarik, film animasi, video game dan masih banyak lagi
yang ditujukan bagi anak-anak dan remaja. Dampak buruk yang ditimbulkan dari
media yaitu tindakan kekerasan dan memberikan potret tingkah laku yang
anti-sosial atau yang merendahkan seksualitas manusia, adalah suatu kebejatan.
Hal ini harus ditolak oleh para pengguna media karena program yang ditujukan
bagi anak-anak dan remaja tidak sesuai dengan kebutuhan dan media dilihat hanya
menayangkan suatu “hiburan” kepada banyak kaum muda yang pada kenyataannya
sedang mengalami sendiri penderitaan karena kekerasan, eksploitasi dan
pelecehan.
Saat
ini hal yang perlu diperhatikan yaitu bagaimana cara mewujudkan tindakan yang
positif untuk mendukung anak-anak agar tetap menggunakan media komunikasi
secara baik, benar dan bijaksana. Satu hal yang paling mendasar untuk
menghadapi segala tantangan antara anak-anak dan media ada dalam teks kitab
suci yaitu pertentangan antara Kristus yang “memeluk dan meletakkan tangan atas
anak-anak itu dan memberkati mereka” (lih. Mrk 10:16) dan dia “yang menyesatkan
anak-anak ini … yang lebih baik digantungi batu pada lehernya …” (lih. Luk
17:2). Ditegaskan bahwa bagi para pemimpin industri media untuk mendidik dan
mendorong para produsen untuk menjaga kebaikan bersama, menjunjung tinggi
kebenaran, melindungi martabat manusia secara pribadi dan untuk memajukan
penghargaan terhadap kebutuhan-kebutuhan keluarga.
Dan
yang terakhir yaitu peran Gereja dalam mewartakan karya keselamatan yang
dipercayakan kepadanya. Gereja dapat memberikan bantuan kepada orangtua, para
pendidik, para komunikator dan juga kaum muda sendiri. Gereja dapat membentuk
program-program paroki dan sekolah-sekolah yang mendukung aktivitas anak-anak.
Pembinaan iman anak di Gereja perlu di laksanakan, seperti Katekese untuk kaum
muda, Devosi-devosi, dan Legio Mariae junior untuk kaum muda dan remaja. Gereja
dewasa ini harus menjadi yang terdepan di bidang pendidikan media, terkhusus
terhadap pembinaan para kaum muda. Gereja juga harus memberikan visi yang
membangun penghargaan terhadap martabat manusia yang menjdai pusat dari
komunikasi antar manusia yang mulia. “Sambil melihat dengan mata Kristus, Saya
dapat memberikan kepada orang lain, jauh lebih banyak daripada apa yang menjadi
kebutuhan lahiriah mereka; Saya dapat menunjukkan kepada mereka cintakasih yang
sangat mereka dambakan itu” (Deus Caritas Est, 18).
Catatan
: Bahan di ambil dari Dokumen Benedictus
XVI yang dikeluarkan di Vatikan, pada
tanggal 24 Januari 2007, pada Pesta St Fransiskus dari Sales. Hari Komunikasi Sedunia Ke-41 dengan Tema :
Anak-anak dan Media: Sebuah Tantangan untuk Pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar