Sabtu, 23 Maret 2013

Tantangan Yesus sebagai Seorang Pemimpin dan Guru yang Agung?



Tantangan Yesus sebagai Seorang Pemimpin dan Guru yang Agung?
Fr. Christian Budi Setiawan CICM
Ada begitu banyak orang yang perbincangkan dan membicarakan siapa yang menjadi penganut agama yang sudah sepatutnya mereka imani. Beberapa diantara mereka mengaku bahwa tidak pernah ada pribadi seperti Yesus dari Nazaret, tidak ada suatu perkiraan yang mengatakan bahwa Dia adalah tokoh yang unik sepanjang zaman itu. Yesus telah mengubah haluan sejarah keselamatan bangsa Israel. Kehadiran Yesus yang telah hidup kira-kira 2,000 tahun dahulu.B.C. berarti "Sebelum Masehi" dan A.D. (Anno Domino), "Setelah Masehi" mengisahkan begitu banyak karya keselamatan yang Ia lakukan terhadap banyak orang dan juga dikenal sebagai seorang nabi yang mengajarkan karya pewartaan Allah kepada banyak orang, para rasul serta para murid.
* Kedatangan-Nya telah dinubuatkan *
Beratus tahun sebelum kelahiran Yesus, Alkitab mencatatkan nubuat para nabi Israel tentang kedatangan-Nya. Perjanjian Lama yang ditulis oleh banyak orang dalam jangka waktu kurang lebih 1,500 tahun, telah tercata kurang lebih 300 nubuat tentang kedatangan-Nya. Semua butir nubuat terjadi dengan tepat. Kehidupan Yesus, mukjizat-mukjizat yang dilakukan-Nya, kata-kata-Nya, kematian-Nya di atas salib, kebangkitan-Nya, dan kenaikan-Nya ke Surga—semua ini menunjukkan bahwa Dia lebih daripada manusia. Yesus sendiri mengatakan, "Aku dan Bapa adalah satu." (Yohanes 10:30), "Orang yang sudah melihat Aku, sudah melihat Bapa" (Yohanes 14:9), dan "Akulah jalan untuk mengenal Tuhan dan untuk mendapat hidup.Tidak seorangpun dapat datang kepada Bapa kecuali melalui Aku." (Yohanes 14:6)
* Hidup dan kata-kata-Nya menyebabkan perubahan *
Perhatikan hidup dan pengaruh Yesus Kristus sepanjang sejarah, dan kita akan melihat bahwa Dia dan kata-kata-Nya senantiasa membawa perubahan yang besar dalam hidup manusia dan bangsa. Ke mana saja ajaran dan pengaruh-Nya disebarkan, kesucian dalam perkawinan, hak asasi wanita dan suara rakyat diterima. Sekolah-sekolah dan universitas-universitas didirikan; undang-undang untuk melindungi anak-anak diluluskan; perhambaan dihapuskan, dan banyak lagi perubahan telah dilakukan untuk kebaikan manusia.
Individu-individu juga mengalami perubahan yang dramatik. Contohnya, Lew Wallace. Dia adalah seorang jenderal yang terkenal dan seorang sastrawan genius yang pernah tidak percaya pada Tuhan. Wallace meluangkan waktunya selama dua tahun di perpustakaan terkenal di Eropa dan Amerika untuk mencari maklumat yang dapat menghancurkan agama Kristiani. Ketika dia menulis bab kedua, tiba-tiba dia mendapati dirinya berlutut dan berteriak mengakui Yesus sebagai Tuhannya. Karena bukti yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, dia tidak dapat lagi menyangkal bahwa Yesus Kristuslah Anak Tuhan. Kemudian, Wallace telah menulis "Ben Hur", salah sebuah novel Inggris termasyur yang pernah ditulis mengenai zaman Kristus.
Begitu juga dengan mendiang C.S. Lewis. Bertahun-tahun lamanya, profesor di Universitas Oxford ini menyangkal keilahian Yesus. Tetapi dia juga secara jujur menyerahkan hidupnya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Penyelamatnya, setelah mempelajari bukti yang kuat tentang keilahian Yesus.
* Pembohong atau orang gila? *
Di dalam bukunya yang terkenal, "Mere Christianity", Lewis menyatakan, "Seorang manusia biasa yang mengatakan hal-hal seperti yang Yesus ucapkan, tidak mungkin adalah seorang guru moral yang agung. Dia mungkin seorang gila atau setan dari neraka. Kita harus memilih—apakah Yesus adalah Anak Allah, seorang gila, atau lebih buruk daripada itu. Kita boleh menganggap Yesus sebagai seorang gila, atau berlutut di kaki-Nya dan mengakui Dia sebagai Allah. Tetapi janganlah kita menghina Yesus dengan mengatakan bahwa Dia seorang guru yang agung. Pilihan itu langsung tidak wujud." Siapakah Yesus bagi kita? Jawaban kita akan menentukan hidup kita di dunia ini dan hidup selama-lamanya. Kita tidak boleh menyangkal Yesus Kristus.
Kebanyakan agama hanyalah sesuatu yang dipegang teguh oleh manusia dan berdasarkan buah pikiran buatan manusia, dan kebiasaan tingkah laku tanpa mengimaninya secara lebih mendalam. Pedoman ini akan dihindarkan oleh para pemeluk agama dari cara praktik keagamaan masing-masing, dan ada kemungkinan ada sedikit yang akan berubah. Tidak ada yang dapat menghilangkan ajaran Yesus dari agama Kristiani, tidak ada satupun yang akan terlupakan. Agama Kristiani bukan sekadar sebuah pedoman hidup, etika atau ketaatan untuk mengerjakan kewajiban keagamaan dari setiap orang. Agama Kristiani yang benar adalah berasaskan kepentingan hubungan pribadi dengan Penyelamat yang hidup, Yesus Kristus.
* Penguasa yang telah bangkit *
Agama Kristiani terwujud atas dasar peristiwa Yesus yang disalibkan, dimakamkan, dan pada hari ketiga bangkit dari kematian. Sekarang yang menjadi perdebatan tentang agama Kristiani yang bergantung kepada bukti kebangkitan Yesus dari kematian.
Sepanjang zaman, banyak cendekiawan hebat yang pernah mempertimbangkan bukti-bukti kebangkitan Yesus, percaya bahwa Yesus hidup. Setelah memeriksa bukti kebangkitan seperti yang dinyatakan oleh penulis-penulis Kitab Injil, mendiang Simon Greenleaf, seorang yang berwibawa tentang isu-isu perundangan di Harvard Law School membuat kesimpulan: "mustahil untuk mereka dapat terus menegaskan bahwa apa yang mereka katakan itu benar jika Yesus tidak betul-betul bangkit dari kematian, dan mereka tidak pasti tentang fakta ini." John Singleton Copley yang dipercayakan sebagai salah seorang intelek terkemuka dalam sejarah British, memberi pandangan, "bahwa Saya pasti tahu apa yang dimaksudkan dari bukti-bukti itu. Dan bukti-bukti itu belum pernah diketahui kebenarannya."
* Mengapa kita percaya *
Kebangkitan Kristus adalah pokok iman seorang Kristiani. Ada beberapa sebab mengapa mereka yang mempelajari kebangkitan, percaya bahwa itu benar :
Pertama, tentang Nubuat Yesus bahwa Yesus sendirilah yang menubuatkan tentang kematian dan kebangkitan-Nya, dan hal-hal itu terjadi dengan tepat seperti apa yang telah Dia nubuatkan (Lukas 18:31-33).
Kedua, tentang Kubur yang kosong dalam peristiwa kebangkitan untuk dapat menjelaskan dengan tegas mengenai kubur-Nya yang kosong. Kita dapat membaca kisah Alkitab itu dengan teliti agar kita dapat menunjukkan bahwa kubur di mana mereka meletakkan tubuh Yesus yang dijaga dengan ketat oleh para prajurit Roma dan ditutup dengan batu yang sangat besar. Jika Yesus tidak mati tetapi hanya menjadi lemah, seperti yang dikatakan oleh beberapa orang, maka para pengawal dan batu tersebut akan menghalangi Dia untuk melarikan diri—begitu juga dengan setengah usaha pengikut-pengikut untuk menyelamatkan-Nya. Musuh-musuh Yesus tidak akan menyembunyikan tubuh Yesus sebab kehilangan tubuh-Nya hanya akan menguatkan lagi kepercayaan tentang kebangkitan-Nya.
Ketiga, tentang Pertemuan-pertemuan pribadi dalam peristiwa kebangkitan untuk dapat menjelaskan mengapa Yesus dapat menampakkan diri kepada murid-murid-Nya. Setelah kebangkitan-Nya, Yesus menampakkan diri sekurang-kurangnya 10 kali kepada mereka yang mengenali Dia, dan pada suatu ketika kepada lebih daripada 500 orang. Tuhan membuktikan bahwa semua penampakan ini bukanlah halusinasi: Dia makan dan berbual-bual dengan mereka dan mereka menjamah tubuh-Nya. ( I Yohanes 1:1).
Keempat, tentang Kelahiran gereja dalam peristiwa kebangkitan untuk dapat menjelaskan asal-muasal dari Gereja Kristiani. Gereja Kristiani merupakan institusi terbesar yang terwujud atau pernah terwujud di sepanjang sejarah dunia. Lebih daripada beberapa khotbah-khotbah atau ajaran-ajaran awal yang pernah disampaikan yang berkaitan dengan kebangkitan (Kisah Para Rasul 2:14-36). Gereja pada awal mulanya mengetahui bahwa kebangkitanlah sebagai dasar khotbah atau ajaran-ajaran dasar iman kristiani. Musuh-musuh Yesus dan para pengikut-Nya boleh menghentikan mereka daripada berkhotbah atau mengajarkan demikian agar mereka dapat mengeluarkan tubuh Yesus.
Kelima, tentang Hidup yang berubah dalam peristiwa kebangkitan untuk dapat menjelaskan asal-muasal hidup murid-murid yang berubah. Mereka meninggalkan Dia sebelum kebangkitan-Nya. Setelah kematian-Nya mereka menjadi kecewa dan takut. Mereka tidak menyangka bahwa Yesus akan bangkit dari kematian (Lukas 24:1-11).
Walaupun demikian, setelah kebangkitan Yesus dan pengalaman mereka pada hari Pentakosta, murid-murid yang kecewa dan takut ini berubah kerana kuasa kebangkitan Kristus. Dalam nama Yesus, mereka sadar bahwa diri merekalah yang menyebabkan kekacauan di dunia dan atas segala dosa-dosa dan tindakan mereka. Banyak yang mati karena iman mereka sendiri; yang lainnya dianiaya dengan kejam. Mereka tidak berani melakukan hal demikian jika mereka tidak yakin bahwa Yesus benar-benar telah dibangkitkan dari kematian - suatu kebenaran yang berbalik untuk mati.
Pada dasarnya tidak akan ada orang yang tidak percaya bahwa Yesus memanglah Anak Allah, Mesias yang telah dijanjikan, setelah mereka mempertimbangkan bukti-bukti secara jujur. Walaupun beberapa orang tidak percaya, mereka dengan jujur mengakui bahwa mereka tidak meluangkan waktu mereka untuk membaca Alkitab atau mempertimbangkan fakta-fakta sejarah tentang Yesus.
Tuhan yang hidup dengan penuh sukacita mewartakan kabar keselamatan yang berasal dari Allah, dan karena kebangkitan Yesus; Allah mengangkat bagi kita seorang penyelamat yang gagah perkasa sebagai Putera yang dikasihi-Nya, begitu juga para pengikut-Nya yang tidak mematuhi aturan-aturan yang diberikan kepada mereka menjadi seorang pendosa yang telah mati, tetapi memiliki suatu hubungan pribadi dengan Tuhan yang hidup sebagai pembebas dosa manusia. Yesus Kristus hidup hari ini dan Dia setia memberkati mereka yang mempercayai dan mentaati Dia. Berabad-abad lamanya, ramai orang telah mengakui kebenaran tentang Yesus, termasuk mereka yang telah banyak mempengaruhi dunia.
Seorang filsuf Perancis, Blaise Pascal, mengatakan tentang keperluan manusia terhadap Yesus: "Terdapat suatu kekosongan yang diciptakan oleh Allah di dalam hati setiap orang. Kekosongan ini hanya boleh diisi oleh Allah sendiri melalui anak-Nya, Yesus Kristus."
Maukah kita mengenal Yesus Kristus secara pribadi sebagai Penyelamat hidup? Sesungguhnya kita dapat mengenali-Nya! Yesus begitu ingin menjalin hubungan secara pribadi yang penuh kasih dengan kita, sehingga Dia sudah mengatur segala yang diperlukan oleh manusia.

Pengaruh Media Terhadap Anak-anak di Zaman Sekarang



Sebuah Tantangan Bagi Gereja
Pengaruh Media Terhadap Anak-anak di Zaman Sekarang
Fr. Christian Budi Setiawan CICM
Anak-anak dan media saat ini sangat sulit untuk dipisahkan karena peran media yang sangat penting untuk perkembangan pendidikan bagi anak-anak. Tapi yang menjadi persoalannya yaitu apakah peran media dapat membantu pendidikan anak-anak atau membuat suatu perubahan bagi tindakan dan pikiran mereka? Pada Tema Hari Komunikasi Sedunia yang Ke-41, “Anak-anak dan Media: Sebuah Tantangan untuk Pendidikan” memberikan sebuah pemahaman baru terhadap kita semua untuk tetap melakukan pengawasan bagi anak-anak dalam menggunakan media komunikasi entah itu handphone, komputer, laptop yang bisa digunakan sebagai media browsing, media social networking dan media sarana komunikasi.
Daya upaya untuk pembinaan anak-anak harus diperketat dengan bimbingan dan ajaran mendasar yang orangtua berikan kepada anak-anak mengenai kegunaan dari media. Media yang sering kali kita lihat kurang nyata untuk kehidupan sehari-hari menjadi tidak kalah pentingnya dengan pekerjaan yang kita lakukan. Perlu dilakukannya pembinaan media kepada anak-anak yang efektof karena beraneka ragam masalah media yang menjadi sebuah tantangan dalam menghadapi pendidikan dewasa ini. Media pada saat ini sangat berkembang dengan pesat dan mempengaruhi segala aspek dari gejala globalisasi termasuk cepatnya perkembangan teknologi. Media membentuk lingkungan budaya dengan sangat mendalam (bdk Paus Johanes Paulus II, Surat Apostolik Rapid Development, 3) yang menjadi tantangan. Tantangan yang sering dihadapi oleh orangtua, sekolah, maupun Gereja yaitu anak-anak yang lebih fokus bermain bersama media social networking-nya ketimbangan memperhatikan pendidikannya maupun kehidupan rohaninya. Ada pula tantangan dari para komunikator yaitu persaingan dan ketidakperhatian mereka terhadap kondisi di sekolah, Gereja dan keluarga. Media yang seharusnya tidak dapat menjadi suatu realitas yang nyata bagi banyak orang pada akhirnya menjadi sesuatu yang sangat penting.
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam membina hubungan antara anak-anak, media dan pendidikan. Bagaimana anak-anak melihat media dan memberikan tanggapan yang baik terhadap media? Sering kali pembinaan anak-anak terhadap media dapat disalahgunakan dan tidak ada pertanggungjawaban dari sebuah media sebagai sebuah industri dan kepada kebutuhaan untuk mengambil bagian secara aktif dan kritis dari pihak pembaca, pemirsa dan pendengar. Cara melindungi anak-anak dari media yang terus berkembang yaitu dengan mendidik anak-anak agar mereka dapat memilih dengan baik pemanfaatan media dan semua itu adalah tanggung jawab orangtua, Gereja dan sekolah. Peranan orangtua adalah yang paling penting untuk memastikan anak-anak mereka dapat memanfaatkan media dengan baik dan bijak, yakni dengan melatih hati nurani anak-anak agar dapat mengungkapkan secara sehat dan objektif penilaian mereka yang nantinya akan menuntun mereka untuk memilih atau menolak acara-acara yang tersedia (lih. Paus Johanes Paulus II, Ekshortasi Apostolik Familiaris Consortio, 76).
Dengan kemajuan dan perkembangan teknologi anak-anak zaman sekarang lebih mengutamakan sarana komunikasinya seperti Handphone, BlackBerry, Tablet, Laptop, dsb, yang dengan seriring waktu hanya berdiam di area itu tanpa melihat keadaan disekitar mereka yang ingin berkomunikasi dengan mereka. Anak-anak terasa sibuk dengan dunianya sendiri. Media sosial terasa menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh. Sekarang penyebaran pemakaian media social networking sudah hampir keseluruh dunia, di dalam keluarga, di sekolah, di masyarakat maupun di Gereja pun anak-anak sudah pandai menggunakan media sarana komunikasi tersebut. Apalagi saat ini anak-anak yang masih dibawah umur sudah memiliki dan menggunakan media sarana komunikasi, ada dengan alasan agar anak-anak mereka jadi tidak terlihat gaptek (gagal teknologi). Mengapa orangtua memberikan kebebasan kepada anak-anak mereka dalam penggunaan media sarana komunikasi?
Dalam mengupayakan pengaruh media terhadap anak-anak, orang tua harus dibantu oleh masyarakat, sekolah dan paroki. Orangtua hendaknya melihat media pedidikan anak-anak yang seharusnya bersifat positif agar anak-anak juga dapat mengekspresikan diri, bijak dan trampil dalam menentukan sikap. Orangtua harus benar-benar mampu membina dan memperkenalkan pendidikan yang sangat afektif terhadap anak-anak, sehingga mereka dapat menuntut pembentukan dalam melaksanakan kebebasan. Anak-anak dalam hal ini tidak hanya untuk mencari kesenangan atau mencari pengalaman-pengalaman baru tapi dapat membuka diri terhadap media dalam segala bentuk kebebasannya. Dalam terang kebenaran, kebebasan yang otentik dialami sebagai jawaban definitif terhadap “ya” Allah kepada manusia, yang memanggil kita untuk memilih, bukan secara sembarangan, tetapi secara tahu dan mau, apa saja yang baik, benar dan indah (lih. Sambutan pada Pertemuan Internasional Keluarga, Valencia, 8 juli 2006).
Orangtua tentunya akan mendidik anak-anak di jalan keindahan, kebenaran dan kebaikan, dan dibantu oleh kebijakan industri media dalam mendukung martabat manusia yang fundamental, makna sejati nilai perkawinan dan hidup keluarga, dan mendukung secara positif pencapaian tujuan hidup manusia. Media juga harus memiliki komitmen dalam mengadakan pembinaan yang efektif dan memberikan perhatian khusus dalam menyediakan sarana untuk diakses oleh anak-anak. Bukan hanya orangtua dan guru yang harus bertanggung jawab tetapi semua orang dalam ruang lingkup kemasyarakatan.
Banyak orang yang terlibat dalam komunikasi sosial berkemauan untuk melakukan apa yang benar (lih. Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial, Ethics in Communications, 4), dan  mereka yang bekerja di bidang ini berhadapan dengan “tekanan psikologis khusus dan dilema-lema etik” (Aetatis Novae, 19), karena adanya persaingan dari banyak pihak dari para komunikator untuk menurunkan standard mutunya. Banyak diantara mereka yang mampu menghasilkan program dan produksi, mulai dari penyediaan web-web yang menarik, film animasi, video game dan masih banyak lagi yang ditujukan bagi anak-anak dan remaja. Dampak buruk yang ditimbulkan dari media yaitu tindakan kekerasan dan memberikan potret tingkah laku yang anti-sosial atau yang merendahkan seksualitas manusia, adalah suatu kebejatan. Hal ini harus ditolak oleh para pengguna media karena program yang ditujukan bagi anak-anak dan remaja tidak sesuai dengan kebutuhan dan media dilihat hanya menayangkan suatu “hiburan” kepada banyak kaum muda yang pada kenyataannya sedang mengalami sendiri penderitaan karena kekerasan, eksploitasi dan pelecehan.
Saat ini hal yang perlu diperhatikan yaitu bagaimana cara mewujudkan tindakan yang positif untuk mendukung anak-anak agar tetap menggunakan media komunikasi secara baik, benar dan bijaksana. Satu hal yang paling mendasar untuk menghadapi segala tantangan antara anak-anak dan media ada dalam teks kitab suci yaitu pertentangan antara Kristus yang “memeluk dan meletakkan tangan atas anak-anak itu dan memberkati mereka” (lih. Mrk 10:16) dan dia “yang menyesatkan anak-anak ini … yang lebih baik digantungi batu pada lehernya …” (lih. Luk 17:2). Ditegaskan bahwa bagi para pemimpin industri media untuk mendidik dan mendorong para produsen untuk menjaga kebaikan bersama, menjunjung tinggi kebenaran, melindungi martabat manusia secara pribadi dan untuk memajukan penghargaan terhadap kebutuhan-kebutuhan keluarga.
Dan yang terakhir yaitu peran Gereja dalam mewartakan karya keselamatan yang dipercayakan kepadanya. Gereja dapat memberikan bantuan kepada orangtua, para pendidik, para komunikator dan juga kaum muda sendiri. Gereja dapat membentuk program-program paroki dan sekolah-sekolah yang mendukung aktivitas anak-anak. Pembinaan iman anak di Gereja perlu di laksanakan, seperti Katekese untuk kaum muda, Devosi-devosi, dan Legio Mariae junior untuk kaum muda dan remaja. Gereja dewasa ini harus menjadi yang terdepan di bidang pendidikan media, terkhusus terhadap pembinaan para kaum muda. Gereja juga harus memberikan visi yang membangun penghargaan terhadap martabat manusia yang menjdai pusat dari komunikasi antar manusia yang mulia. “Sambil melihat dengan mata Kristus, Saya dapat memberikan kepada orang lain, jauh lebih banyak daripada apa yang menjadi kebutuhan lahiriah mereka; Saya dapat menunjukkan kepada mereka cintakasih yang sangat mereka dambakan itu” (Deus Caritas Est, 18).
Catatan : Bahan di ambil dari Dokumen Benedictus XVI yang dikeluarkan di Vatikan, pada tanggal 24 Januari 2007, pada Pesta St Fransiskus dari Sales. Hari Komunikasi Sedunia Ke-41 dengan Tema : Anak-anak dan Media: Sebuah Tantangan untuk Pendidikan.

Maria Bunda Gereja



Maria Bunda Gereja
Fr. Christian Budi Setiawan CICM
Kesadaran manusia terhadap sesuatu yang Ilahi tidak terlepas dari keberadaan pada dirinya sendiri. Begitu juga dengan kehidupan rohani dari setiap pribadi yang ingin mengenal lebih dalam tokoh, ritual / ritus, dan spiritual dalam Gereja. Salah satu tokoh yang juga menjadi pusat perhatian dalam karya penyelamatan Yesus terhadap manusia yaitu Maria ibunda Yesus. Pertanyaan refleksi untuk kita renungkan : Bagaimana cara kita untuk mengenal sosok Bunda Maria? Dalam Dogma Gereja tanggal 8 September yang adalah peringatan untuk "Pesta Kelahiran Maria Bunda Gereja" yang akan diakhiri tanggal 15 September sebagai peringatan untuk "Bunda Dukacita" dapat kita preingati dalam bentuk berdoa dan berdevosi terhadap Bunda Maria. Terlepas dari peringatan itu ada suatu perkataan yang mengarahkan kita untuk mengimani Maria sebagai Bunda Gereja yaitu "seluruhnya bagimu Bunda karena engkau telah menuntun serta membimbing aku kepada Putra Allah Yesus Kristus". Perkataan itu sebagai bahan refleksi kita terhadap Bunda Maria karena lewat Dialah kita bisa beriman kepada Yesus.
Dalam Yesus Kristus kita semua dipanggil kepada Gereja, dan disitu kita memperoleh kesucian berkat rahmat Allah. Gereja itu baru mencapai kepenuhannya dalam kemuliaan di sorga, bila akan tiba saatnya segala-sesuatu diperbaharui (Kis 3:21), dan bila bersama dengan umat manusia dunia semesta pun, yang berhubungan erat secara dengan manusia dan bergerak ke arah tujuannya melalui manusia, akan diperbaharui secara sempurna dalam Kristus (lih. Ef 1:10; Kol 1:20; 2 Ptr 3:10-13). Kristus sebagai puncak keselamatan bagi manusia sangat setia kepada Bapa-Nya, begitu juga dengan Bunda Maria yang taat dan setia mengikuti jalan salib Yesus Kristus.
Bunda Marialah yg mengajarkan kepada Yesus bagaimana berjalan, berdoa, bekerja dan mengerjakan segala segala hal indah dalam kehidupan iman manusia. Maka, tentu kini dia juga rela mengajari kita semua hal, sebagaimana dia dulu mengerjakannya untuk Yesus. Terlebih dia akan mengajari kita bagaimana hidup seperti Yesus, mencintai dan melayani-Nya dalam diri mereka yg menderita. Begitulah Bunda Maria dibutuhkan, sebagai Bunda yang mengajari, menuntun, membimbing serta mengarahkan kita anak-anaknya, terlebih bagaimana kita mengasihi dan hidup dalam kasih.
Peristiwa Maria mencari Yesus di bait Allah dan membawa-Nya pulang ke rumah, dan peristiwa saat maria menghadiri pesta di perkawinan di kana, mau menunjukan hati Bunda Maria yg dipenuhi dengan kepedulian dan perhatian. Hatinya senantiasa memikirkan kebutuhan sesamanya. Hidupnya dipenuhi dengan kebaikan hati, senantiasa sadar akan kebutuhan orang-orang di sekitarnya. Inilah tanda kebesaran hati perempuan: menyadari penderitaan sesamanya dan membantu meringankan beban penderitaan itu. Yang ada dalam hatinya hanyalah keinginan tuk berbagi kasih yang dia dapat dari Allah. Dan semuanya dilakukan dengan penuh kegembiraan (peristiwa kunjungan maria ke rumah Elisabet-dia bergegas membagikan kasih kepada Elisabet). Hal ini mau menunjukkan bahwa Maria mempunyai hati yang peduli dan penuh perhatian.
Maria Bunda Gereja menginspirasikan iman kita untuk kembali merefleksikan bagaimana kisah dari peristiwa karya dan hidup Yesus Kristus mulai dari kelahiran, karya penyelamatan, sengsara, wafat, kebangkitan, dan kenaikkan Yesus ke sorga. Maria sangat penting bagi kehidupan Yesus karena Maria selalu memberikan semangat dalam setiap lerjalanan hidup Yesus. Apakah kita berani seperti Bunda Maria untuk memberikan semangat kepada orang-orang yang ada disekitar kita? Karena Maria juga selalu hadir untuk kita disaat membutuhkan pertolongan karena melalui perantaraan Bunda Marialah kita sampai kepada Yesus Kristus.
Kiranya kita juga melihat bagaimana pandangan Gereja terhadap Maria : Gereja Katolik memberi Maria banyak gelar; di antaranya yang penting adalah gelar Pembela, Pembantu, Penolong, Perantara. Akan tetapi itu semua gelar itu harus diartikan sedemikian rupa sehingga tidak mengurangi atau pun menambah martabat serta dayaguna Kristus satu-satunya Pengantara (Lumen Gentium 62). Gelar-gelar ini sering menimbulkan salah paham bagi orang-orang bukan-Katolik sebab dalam arti tegas gelar-gelar tersebut sebenarnya hanya cocok untuk Yesus Kristus. Kalau begitu, mengapa gelar-gelar tersebut dikenakan kepada Maria juga? Untuk itu marilah kita melihat dua gelar penting yang Gereja berikan untuk Maria.
Yang pertama adalah gelar “Mitra-Pengantara” atau “Pengantara Bersama” (Latin: Co-Mediatrix). Apakah gelar Maria tersebut tidak bertentangan dengan, atau paling kurang mengaburkan, peranan Yesus sebagai satu-satunya Pengantara antara Allah dan manusia, seperti dikatakan dalam 1Tim 2:5, “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus”? Jawaban Gereja Katolik, “Tidak perlu begitu.” Dengan memberi Maria gelar Co-Mediatrix, Gereja Katolik tidak bermaksud membuat Maria sejajar dengan Yesus Kristus atau menjadikan dia saingan-Nya. Maria hanyalah pembantu-Nya. Peranan Maria di-subordinasi-kan pada peranan Kristus (Lumen Gentium 62). Gereja Katolik yakin, peranan Kristus sebagai satu-satunya Pengantara tidak meniadakan aneka bentuk kerjasama dari pihak manusia. Untuk bisa memahami hal ini, baiklah kita lihat analogi berikut ini. Yesus pernah bersabda, “Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias” (Mat 23:10). Ini tidak berarti bahwa dalam Gereja tidak boleh ada pemimpin lain kecuali Yesus. Nyatanya, Gereja memiliki orang-orang yang dipilih Allah untuk memimpin jemaat (1 Kor 12:28; 1 Tes 5:12; dsb). Tentu saja, para pemimpin itu hanyalah berpartisipasi pada kepemimpinan Yesus. Begitu juga secara analog fungsi Maria sebagai pengantara (Lumen Gentium 62). Lagi pula, peranan Maria hanyalah mengantar orang kepada Kristus. Terkenal ucapan ini, “Per Mariam ad Iesum,” artinya: melalui Maria sampai kepada Yesus.
Kedua, mengenai gelar “Bunda Allah.” Dengan gelar yang hebat itu Gereja Katolik tidak bermaksud meng-allah-kan Maria, apalagi meyakini bahwa Maria adalah pribadi yang melahirkan Allah. Tidak! Maria adalah ciptaan Allah seperti kita. Maria bukanlah ibu yang melahirkan Allah; dia bukan istri Allah Bapa; dia bukan Allah Ibu. Dia adalah “Putri Allah Bapa,” suatu gelar lain yang diberikan Gereja kepadanya. Maria disebut “Bunda Allah” sejauh dia telah mengandung dan melahirkan Yesus. Lalu, sejauh Yesus itu benar-benar Allah dan benar-benar manusia, maka kita boleh menyebut Maria “Bunda Yesus” atau “Bunda Allah.” Kalau hanya itu maksudnya, mengapa tidak menghapus saja gelar yang membingungkan semacam itu? Jawabannya: Alkitab pun sudah memberi contoh yang serupa. Dalam Luk 1:43, ketika Elisabet menerima kunjungan Maria, ia berseru, “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” Istilah “Tuhan” yang dipakai di sini adalah kata Yunani Kyrios, suatu gelar ilahi yang kelak oleh para rasul dikenakan pada Yesus ketika mereka sudah sampai pada iman akan Yesus sebagai Allah. Namun, jauh sebelum Yesus diakui sebagai Allah, Injil Lukas sudah meletakkan gelar itu pada mulut Elisabet. Itu berarti, Maria memang diberi gelar “Ibu Tuhan” atau sama dengan gelar “Bunda Allah.”
Maria Bunda Allah menjadi Bunda Gereja yang berkaitan erat dengan peristiwa Yesus Kristus. Yesus Kristus tidak bisa dilepaskan dari Gereja yang didirikan-Nya. Maka dari itu, Konsili Vatikan II membahas Maria tidak hanya dalam kaitannya dengan Yesus tetapi juga dalam kaitannya dengan Gereja-Nya. Maria dipandang sebagai anggota Gereja Yesus tetapi anggota Gereja yang paling sempurna. Dalam dirinya sudah terpenuhi panggilan Gereja Yesus untuk menjadi “jemaat kudus dan tidak bercela” (Ef 5:27). Oleh karena itu, Maria adalah teladan bagi semua anggota Gereja Yesus. Maria adalah teladan dalam banyak hal, tetapi terutama hal iman dan cinta kasih (Lumen Gentium 53; 65). Mengingat besarnya partisipasi Maria dalam karya penebusan Yesus, maka Gereja Katolik dalam ibadat resminya kerap sekali mengenang Maria dengan rasa hormat dan kasih keputeraan. Di luar ibadat resmi pun, yakni dalam doa-doa umat Katolik, Maria dikenang, dipuji, dan dihormati. Dengan demikian genaplah nubuatan yang diucapkan Maria sendiri, “Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia“ (Luk 1:48).